KLIK IKLAN YA, PLEASE

Pemeriksaan perkara di Pengadilan
Pemeriksaan Perkara Biasa
UU tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara yang mana termasuk pemeriksaan biasa. Hanya pada pemeriksaan singkat dan cepat saja yang diberikan batasan. Pada pasal 203 ayat 1 KUHAP member batasan tentang apa yang di maksud dengan pemeriksaan sintgkat berikut:
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah kejahatan yang tidak termasuk ketentuan pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktiannya serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.”

Pemeriksaan Singkat
Ketentuan tentang acara pemeriksaan buiasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan lain. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 203 ayat 3 yang mengatakan bahwa dalam acara ini (acara pemeriksaan singkat) berlaku ketentuan bagian kesatu, bagian kedua, bagian ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan itu tidakbertentangan dengan ketentuandi bawah ini. Bagian kesatu ini mengenai pemanggilan dan dakwaan, bagian kedua mengenai memutus sengketa mengenai wewenang mengadili, bagian ketiga mengenai acarapemeriksaan biasa.
Diatas telah dikatakan bahwa ada hal-hal yang secara khusus menyimpang dari acara pemeriksaan biasa. Hal itu sebagai berikut:
1. Penuntut umum tidak membuat surat dakwaan, hanya memberikan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang di dakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat, dan keadaan pada waktu itu dilakukan. ( pasal 203 ayat 3a)
2. Putusan tidak di buat secara khusus, tetapi di catat dalam berita acara sidang. (pasal 203 ayat 3d).
3. Hakim membuat surat yang memuat anar putusan tersebut. ( pasal 203 ayat 3e).



Pemeriksaan Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah PERKARA ROL. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini ( bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini “.
Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf :
a. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan
b. Acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas1
1 Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Undang – undang tidak menjelaskan mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan hanya menentukan ” patokan ” dari segi ancamannya. Jadi, untuk menentukan suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan bertitik tolak dari ancaman tindak pidana yang didakwakan. Adapun ancaman pidana yang menjadi ukuran acara pemeriksaan tindak pidana ringan diatur dalam pasal 205 ayat (1) yakni :
a. Tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan, atau
b. Denda sebanyak – banyaknya Rp. 7.500,00, dan
c. Penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP2
Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun, Penghinaan ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan pengecualian dari ketentuan dalam pasal 205 ayat (1). Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan pasal 205 ayat (1) yang menyebutkan ; Tindak Pidana ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana paling empat bulan.
Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, Pengadilan Negeri menetukan hari – hari tertentu yang khusus untuk melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 206 KUHAP3 yakni hari tertentu dalam tujuh hari, hari – hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan. Penetapan hari ini dimaksudkan agar pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan.

2 Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Acara pemeriksaan ini diatur dalam paragraf 2 bagian keenam Bab XVI, sehingga dapat dikatakan acara ini merupakan lanjutan dari acara tindak pidana ringan. Walaupun keduanya diatur dalam bagian yang sama, namun terdapat ciri dan perbedaan diantara keduanya, a.n pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan;
a. Jenis perkara yang diperiksa tertentu, yakni khusus pelanggaran lalu lintas jalan
b. Terdakwa ” dapat diwakili “
c. Putusan dapat dijatuhkan ” di luar hadirnya terdakwa “, dan terhadap putusan itu terdakwa dapat melakukan perlawanan dalam tenggang waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa
Berdasarkan pasal 211 KUHAP, yang diperiksa menurut acara pemeriksaan ini ialah perkara tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan. Maka , Perkara lalu lintas jalan adalah perkara tertentu terhadap pelanggaran peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan “. Sedangkan ‘ perkara pelanggaran tertentu ‘ terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan, diperjelas dengan penjelasan pasal 211 itu sendiri, sbb :
a. mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan
b. mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi ( SIM ), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kedaluarsa
c. membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi
d. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendara lain
e. membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan
f. pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu – rambu atau tanda yang ada dipermukaan jalan
g. pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang dizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang, dan atau cara memuat dan membongkar barang
h. pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan
Jika dala pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik membuat berita acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan. Adapun proses pemeriksaan dan pemanggilan menghadap persidangan pengadilan :
1. Dibuat berupa catatan, bisa merupakan model formulir yang sudah disiapkan demikian oleh penyidik
2. Dalam formulir catatan itu penyidik memuat :
a) pelanggaran lalu lintas yang didakwakan kepada terdakwa,
b) sekaligus dalam catatan itu berisi pemberitahuan hari, tanggal, jam, tempat sidang pengadilan yang akan dihadiri terdakwa tanpa adanya hal – hal diatas maka pemberitahuan itu ” tidak sah “
Berdasarkan pasal 213 KUHAP, terdakwa dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya menghadap pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini seolah – olah memperlihatkan corak pelanggaran lalu lintas jalan sama dengan proses pemeriksaan perkara perdata. Terdapat suatu ‘ quasi ‘ yang bercorak perdata dalam pemeriksaan perkara pidana, karena menurut tata hukum dan ilmu hukum umum, perwakilan menghadapi pemeriksaan sidang pengadilan, hanya dijumpai dalam pemeriksaan yang bercorak keperdataan. Ada beberapa hal yang terkandung dalam pasal 213 yang memperbolehkan terdakwa diwakili menghadap dan menghadiri sidang, a.n :
1. Undang – undang tidak mewajibkan terdakwa menghadap in person di sidang pengadilan ( selain sebagai Quasi perdata juga sebagai pengecualian terhadap asas in absentia )
2. Terdakwa dapat menunjuk seseorang yang mewakilinya
3. Penunjukan wakil dengan surat.
Ketentuan pasal 214 KUHAP, membenarkan pemeriksaan perkara dan putusan dapat diucapkan ”di luar hadirnya terdakwa“, ketentuan ini menunjukkan quasi perdata dalam perkara pidana serta merupakan penyimpangan dari asas in absensia. Adapun Proses pemeriksaan dan putusan di luar hadirnya terdakwa dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan adalah sbb :
apabila terdakwa atau wakilnya tidak datang, maka ; 1) pemeriksaan perkara dilanjutkan; tida perlu ditunda dan dimundurkan pada hari sidang yang akan datang. ketentuan ini bersifat imperatif dan bukan fakultatif, 2) setelah pemeriksaan dilanjutkan putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa yang merupakan rangkaian yang tak terpisah dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.
Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terdakwa ( bunyi pasal 214 ayat 2 ). Hal ini berarti bahwa setelah putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa :
1. Panitera segera menyampaikan surat amar putusan kepada penyidik
2. Penyidik memberitahukan surat amar putusan kepada terpidana sesuai dengan tata cara pemberitahuan putusan yang diatur dan berpedoman pada pasal 227 ayat (2)9
3. Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu kepada panitera
4. Kalau pemberitahuan amar surat putusan telah terbukti sah dan sempurna, panitera mencatat hal itu dalam buku register, jika belum sah panitera belum dapat mencatatnya dalam buku register, tetapi mengirimkan kembali surat amar putusan kepada penyidik, untuk diberitahukan kepada terpidana sebagaimana mestinya.
Dalam proses perkara perdata, perlawanan terhadap putusan verstek disebut verzet, verzet dalam perdata hampir sama dengan proses perlawanan yang diatur dalam pasal 214 ayat (4);
1. Perlawanan diajukan ke pengadilan, tidak ditujukan kepada penyidik, melainkan langsung ke pengadilan yang menjatuhkan putusan verstek.
2. Verzet hanya dilakukan atas permapasan kemerdekaan, perlawanan tidak dapat diajukan untuk semua jenis putusan verstek, undang – undang membedakan dua jenis putusan diluar hadirnya terdakwa ; a) jenis putusan yang dapat diajukan perlawanan terhadapnya; hanya terhadap putusan ” perampasan kemerdekaan ” , b) jenis putusan tak boleh diajukan perlawanan ; semua jenis putusan diluar putusan “perampasan kemerdekaan “
Pasal 214 ayat (5) mengatur tentang waktu mengajukan perlawanan yakni 7 hari terhitung sejak putusan diberitahukan penyidik kepadanya. Apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka dengan sendirinya ‘gugur’ hak terpidana mengajukan perlawanan.
Apabila terpidana mengajukan perlawanan dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal 214 ayat (5) maka menurut ketentuan pasal 214 ayat (6) dengan sendirinya mengakibatkan putusan verstek menjadi gugur, dan perkara kembali kepada keadaan semula, seolah – olah perkara tersebut belum pernah diperiksa di sidang pengadilan. Status tedakwa sebagai terpidana pulih kembali menjadi terdakwa.
Pada prinsipnya terhadap putusan perkara lalu lintas tidak dapat diajukan upaya banding. Hal ini ditegaskan dalam pasal 67 bahwa ” terhadap putusan pengadilan dalam acara cepat tidak dapat dimintakan banding “, inilah prinsip umum yang diatur dalam UU, namun terdapat pengecualian walaupun hanya terbatas untuk hal – hal yang sangat tertentu saja. bertitik tolak dari pasal 214 ayat (8), putusan yang dapat dibanding dalam pelanggaran lalu lintas hanya terhadap putusan yang :
1. Semula putusan dijatuhkan ” diluar hadirnya ” terdakwa, dan putusan itu berupa ” perampasan kemerdekaan ” terdakwa
2. Lantas atas putusan tersebut terdakwa mengajukan perlawanan sesuai dengan tenggang dan tata cara yang diatur dalam pasal 214 ayat (5) dan (6),
3. Akan tetapi dalam pemeriksaan kembali perkara tersebut, pengadilan tetap menjatuhkan putusan pidana perampasan kemerdekaan, terhadap putusan yang melalui proses verstek dan verzet ini terdakwa dapat mengajukan permintaan banding
Berdasarkan ketentuan pasal 38 ayat (1), penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri, jika tidak penyitaan tersebut merupakan tindakan penyitaan yang tidak sah. Masalahnya adalah ketentuan ini menghambat tugas penegakan hukum bagi aparat penyidik dilapangan, sebab mereka harus bolak – balik ke pengadilan untuk meminta surat izin kepada ketua PN. Namun berdasarka pedoman angka 10 lampiran keputusan Menteri Kehakiman No. 14-PW.07.03 tahun 1983, dihubungkan dengan pasal 4010 dan pasal 4111 KUHAP , dapat dikonstruksi tindakan penyitaan yang sah;
1. Apabila penyidik menemukan peristiwa pelanggaran lalu lintas di lapangan berarti penyidik berhadapan dengan peristiwa ” dalam keadaan tertangkap tangan “
2. dalam keadaan tertangkap tangan, dikategorikan ” dalam keadaan sangat perlu dan mendesak “, sehingga menurut rumusan pasal 38 ayat (2), sehingga memaksa penyidik harus segera bertindak sedemikian rupa mendesaknya sehingga penyidik tak mungkin lebih dahulu mendapat surat izin dari ketua PN.
3. Berpedoman pada ketentuan pasal 38 ayat (2), maka penyitaan wajib segera dilaporkan kepada ketua PN, jika tidak penyitaan tersebut tidak sah,
Jika yang disita berupa SIM dan STNK maupun surat kendaraaan bermotor yang lain, pelaporan penyitaan cukup dilakukan pada surat pengantar pengiriman berkas – berkas perkara pelanggaran lalu lintas, sedangkan laporannya dalam bentuk laporan penyitaan kolektif, jadi tidak perlu dibuat laporan satu per satu.
Mengenai pengembalian benda sitaan dalam acara pelanggaran lalu lintas jalan, di atur dalam pasal 215 KUHAP, dengan ketentuan sbb :
1. Pengembalian barang bukti segera dilakukan setelah putusan dijatuhkan
2. Dengan ketentuan, pengembalian barang sitaan baru dilakukan setelah terpidana ,memenuhi isi amar putusan, selama belum memenuhi amar putusan maka benda tersebut masih ditahan di pengadilan
3. Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat
4. Yang dianggap paling berhak menerima pengembalian benda sitaan ialah pemilik yang sebenarnya
5. Dapat juga ditafsirkan, yang paling berhak adalah orang ” dari siapa benda itu disita “
6. Bisa juga, orang yang dianggap paling berhak ialah ” pemegang terakhir ” atau orang terakhir menguasai benda tersebut.
Dengan SEMA No. 22 tahun 1983, Mahkamah Agung memberi petunjuk tentang pengertian perkataan harus segera dilunasi :
1. Apabila terdakwa atas kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, pelunasan harus dilakukan pada saat putusan diucapkan
2. Apabila terdakwa atas kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan pelunasan dilakukan pada saat jaksa memberitahukan putusan kepada terpidana
Adapun bentuk putusan lalu lintas jalan adalah :
1. Berupa catatan yang dibuat hakim pada catatan atau formulir pemeriksaan yang disampaikan penyidik kepada pengadilan
2. Catatan putusan yang yang dijatuhkan itulah yang disebut ” surat amar putusan “
3. Panitera mencatat isi amar putusan ke dalam register.



Blog Panen "bukan" Sembarang Blog