KLIK IKLAN YA, PLEASE

Muhammad Syahrur

Muhammad Syahrur adalah seorang cendikiawan muslim asal Syiria, ia adalah sosok yang fenomena. Bukunya yang berjudul Al kitab waAl Qur’an mampu menyedot perhatian khalayak umum, baik yang bersifat pro maupun kontra. Dalam karyanya teori tersebut ia menggunakan teori inovatif dan revolusioner, seperti menggunakan ilmu alam khususnya matematika dan fisika untuk menerangkan Al Qur’an dan Sunnah.
Prinsip dan dasar Hermeneutika hukum Islam kontemporer adalah buku terjemahan dari karyanya yng berjudul Al Kitab wa Al Qur’an pada bab ini yakni Umm al Kitab. Umm al Kitab sendiri memuat tiga subbab pokok yakni pertama, batas-batas dalam penerapan hukum dan ibadah ritual. Kedua Al Furqan, atau sepuluh wasiat akhlak. Ketiga, tentang konsep Al Ma’ruf, dan Al Munkar, serta memuat tentang fiqh Islam. Buku terjemahan ini memuat tentang pemkikiran rekantruktif syahrur tentang ayat-ayat Muhkamat, konsep sunnah nabi, ijma’, dan Qiyas.
Menurutnya ayat-ayat Muhkamat itu merupakan ayat-ayat yang memuat :
1. Wasiat sepuluh
2. Ritual keagamaan
3. Hudud Allah atau batasan-batasan hukum-hukum Allah
4. Hukum Temporal (ahkam marhaliyah)
5. Ajran yang bukan merupakan penetapan hukum.
Sunnah merupakan metode penerapan hukum Allah dan penafsiaran informasi-informasi profelik yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada masa nabi. Ijma’ sebagai konsesus manusia di parlemen. Sedangkan qiyas menurutnya adalah analogi atau perbandingan ketetapan hukum dengan ketetapan hukum lain yang semasa dan mempunyai kemiripan.
Syahrur didalam bukunya juga memaparkan Al Kitab, Al Qur’an, Muhammad sebagai Rasul, Muhammad sebagai Nabi, serta ijtihad dan penafsiran. Syahrur mengartikan Al Kitab sebagai kandungan yang berisi materi yang bersifat universal, namun dapat menerima ijtihad. Al Qur’an merupakan informasi kenabian berupa teks-teks yang dapat ditafsirkan dari berbagai prespektif. Muhammad sebagai Rasul selain menerima informasi yang diperoleh karena kenabiannya, dia juga menerima kitab yang berisi ajaran hukum, sehingga fungsinya sebagai rasul bersifat legal. Sedangkan Muhammad sebagai nabi hanya menerima informasi yang terkait dengan kenabian, agama, dan sejenisnya, sehingga fungsi sebagai nabi bersifat keagamaan. Penafsiran menurutnya adalah perubahan makna dari teks ambigu. Sedangkan ijtihad merupakan proses dimana bahasa hukum digunakan untuk menghasilkan hukum tertentu yang sesuai dengan waktu dan tempat tertentu.
Dalm buku ini, ia juga menjelaskan ada dua konsep yang bertentangan, namun saling melengkapi, itu adalah istiqamah dan hanifiyah. Istiqamah berarti mengikuti jalan yang lurus, sedangkan hanifiyah berarti penyimpangan dari jalan yang lurus. Manusia pun bergerak menurut kelengkungan hanifiyah didalam batas-batas istiqamah.
Pada bagian satu buku ini, Pada awalnya Syahrur mengungkapkan pendapatnya Umm Al Kitab yaitu Himpunan ayat-ayat Muhkamal yang mempunyai sifat tunduk pada hukum perubahan fdan perkembangan zaman yang dapat berfungsi sebagai ayat penghapus (nasikh) maupun ayat yang dihapus (manshukh) dan tidak berlaku abadi, universal. Ayat-ayat Muhkamal tidak melalui proses perubahan bentuk.
Himpunan ayat-ayat Muhkamal atau kitab Al Muhkam berfungsi sebagai risalah Muhammad SAW, risalah Muhammad dan risalah Musa dan Isa sangatlah berbeda. Risalah Muhammad adala risalah universal yang berlaku pada segala ruang dan waktu, dinamis dan selalu menjadi baru. Sedangkan risalah Musa dan Isa adalah him[unan berbagai syariat yang disamp[aikan kepada keduannya, bersifat lokal temporal dan pemberlakuan terbatas oleh ruang dan waktu yang khusus bagi bani Israil saja. Risalah Muhammad memuat risalah yang berhubungan ajaran tentang
1. Batasan-batasn hukum
2. Batasan-batasan ibadah
3. Pilar0pilar moral
4. Ajaran-ajaran yang tidak terkait dengan penetapan hukum, ibadah, dan ahklak.
5. Batas-batas dalam penetapan hukum terdiri dari enam bahasan. Pertama, posisi batas minimal; batas minimal dalam hukum Allah terdapat pada ayat-ayat tentang pihak yang haram dinikahi(QS. An Nisa :22-23), tak ada seorang pun yang diperbolehkan melanggar batasan ini. Batas minimnal juga terdapat pada ayat-ayat tentang jenis makanan yang diharamkan, namun Allah tidak menutup batas minimal makanan yang diharamkan oleh redaksi “ barang siapa yang terpaksa”. Kedua, posisi batas maksimal; terdapat pada ayat Allah yang yang menjelaskan batasan maksimal hukuman bagi pencuri yakni potong tangan. Ini berarti tidak boleh menjatuhkan hukuman ebih berat yang telah ditentukan. Oleha karena itu ijtihad berperan penting. Namun dalam lain Allah juga menetapkan batasan minimal disamping batasan maksimal yaitu tentang seseorang pembunuh yang di maafkan oleh keluarga yang terbunuh. Ketiga, posisi batas minimal dan maksimal bersaamaan; terdap[at dalam ayat yang menjelaskan tentang mawarist (QS. An Nisa’ 11-14). Ayat ini menjewlaskan batasan maksimal yang berlaku bagi laki-laki damn batasan yang berlaku bagi perempuan. Batasan maksimal dan minimal juga terdapat pada QS. An Nisa’. Keempat, posisi batas minimal dan maksimal bersamaan pada satu titik atau posisi lurus atau posisi menetap hukum particular (Ainiyah); hanya berlaku dalam kasus zina, yaitu hukum maksimal yang sekaligus berposisi sebagai batas minimal seratuas kali cambukan (QS. An Nur:2) Allah pun menjelaskan tentang syarat-syarat kondisionalyang harus dipenuhi dalam penerapan batasan hukuman zina (ayat mubayyinah). Kelima posisi batas maksimumdengan satu tiotik mendekati garis lurus tanpa persentuhan; diterapkan dalam batasan hubungan fisik antara laki-laki dan perempuan. Batasan terendah adalah berupa persentuhan sama sekali antara keduanya dan berakhir pada batasan tertinggi berupa tindakan yang menjerumus pada zina. Batas hukum zina yang merupakan salah satu hukum Allah ini berada dalam garis lurus yang seseorang akan sampai pada titik puncak jika ia semakin mendekatnya. Keenam, batas maksimum positif tidak boleh dilewati dan batas bawah negatif boleh dilewati. Batasan ini berlaku hubungan peralihan kekayaan antar manusia. Batas maksimal positif berupa riba, batas netral (berada pada batas maksimal positif dan negative) berupa pinjaman tanpa bunnga dan batas minimal negatif berupa zakat dan sedekah. Riba berasal dari bahasa arab yang berarti tambahan, pertumbuhan dan ketinggian. Zakat adalah batas minimal jumlah yang disedekah yang diwajibkan umat islam, sedangkan sedekah merupakn kata umum yang mnencakup zakat.
Berdasarkan teori hudud di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Allah menjelaskan salah satu ayatnya bahwa dia menetapkan sebuah hukum yang bersifatspesifik-partikularbukan yang mengandung batas-batas hukum dengan ruang ijtihad di dalamnya. Namun, kita juga dapat melakukan ijtihad tetapi dibatasi hudud Allah.
Pada bahasan awal ini Syahrur juga menjelaskan tentang ibadah menrut presepsinya. Ibadah adalah media yang telah ditetapkan untuk menjembati hubungan antara manusia dan Allah. Ibadah juga tidak menerima campur tangan logika yang tidak mmembutuhakan prinsip-prinsip penelitian ilmiah untuk memahaminya. Dalam ibadah antara premis, proses dan kesimpulan tidak dapat dipisahkan, sehingga logika atau penalaran ilmiah tidak diperlakukan lagi. Contoh bagaimana dalam konteks ibadah sebuah premiis dan kesimpulan muncul bersamaan yaitu pada waktu sholat dan zakat dan kesimpulannya muncul bersamaan yaitu pada solat dan zakat (QS. Al Ahzab 35) premisnya adalah orang laki-laki yang berpuasa sedangkan kesimpulannya adalah Alaah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar bagi mereka.
Zakat bagaimana yang tercantum dalam Al Kitab yang berlaku bagi orang muslim maupun non muslim. Secara bahasa zakat berarti perumbuhan dan penyucian. Pada aspek-aspek zakat yakni terdapat kelanggaran maupun pembatasan yang ketat. Kelanggaran berupa tidak adanya ketentuan dalam segi jumlah dan tata cara pengumpulan zakat. Sedangkan batasan yang ketat terdapat dalam hal pendistribusian zakat, sesuai dengan QS. At Taubah 60. Zakat diberikan kepada fakir miskin, amil, muallaf yang di bujuk hattinya untuk memerdekakan budak, orang yang berhutang dan orang yang berjalan di jalan Allah. Namun, ada golongan yang dapat dihapus dari golongan yang berhak menerima zakat karena beberapa alasan tertentu, dan adapula yang tidak mungkin dibatalkan haknya sebagai penerima zakat, yaitu 1. fakir miskin; fakir adalah orang yang lemah karena minim penghasilan, seakan-akan ia membanting punggungnya himngga patah, dan miskin berarti orang yang terbatas kemampuannya dan memiliki rasa aman yang relative antar sesama. 2. Al Garim, yaitu orang yang terjerat hutang dan tidak mapu membayarnya. 3. Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal dalm perjalanan.
Dalam bab ini syahrur juga menjelaskan tentang macam-macam ibadah ritual yang meliputi sholat, zakat, puasa, ramadhan dan haji. Sholat adalah suatu ibadah murni yang langsung antara hamba dan tuhannya. Al Kitab menerangkan bahwa batas minimal sholat adalah sholat lima waktu. Al Kitab juga membagi sholat dalam 4 kategori. Pertama sholat jumat QS. Al Jumuah 9. Kedua Sholat wusta QS. Al Baqarah 238, ketiga sholat lima waktu QS. Al Mu’minun. Keempat sholat sunat dan tambahan QS. Al Furqan 64. Zakat adalah yang terkait dengan keinginan untuk memiliki dan berhubungan dengan kekayan antar manusia dengan batas kepedulian manusia dengan pihak lain. Nabi telah menetapkan minimal zakat yaitu 2’5%, namun dapat mengalami perubahan berupa pertambahn kuantitas. Puasa adalah ibdah yang memiliki keterkaitan dengan keringan bagi mereka yang berhalangan menunaikannya. Sedangkan haji merupakan pengembangan ibadahdari yang berbentuk kebatilan –personal menjadi ritual ibadah berdimensi tauhid. Batas minimalnya adalah bagi yang melaksanakannya.
Bahasan selanjutnya adalah tentang Al Furqan (sepuluh wasiat akhlak). Al Furqan sendiri adalah maniosfestasi ketaqwaan social, yaitu aspek moral yang menjadi wilayah bersama dari tiga agama langit, yang kemudian disebut sebagai sirat musta’im. Bagi Nabi Muhammad, sirat Musta’im adalah perpaduan antara batas-batas hukum Allah dan pilar-pilar moral yang menyatukan antara ajaran yahudi, ajaran Kristen dan ajaran islam ada dua macam yang pilar moral, yaitu yang umum dan yang khusus. Pilar normal umumnya ada dua Al Furqan dan Al Amm yaitu batas minimal nilai –nilai moralitas yang berlaku bagi seluruh manusia. Pilar inilah yang menjadi wilayah bersamaan atau titik temu tiga agama langit penjelasan tentang Al Furqan (sepuluh wasiat) yang merupakan pilar moral universal yang menjadi inti dari ketakwaan sosial.
1. Wasiat petama
Larangan berbuat syirik. Syirik berasala dari bahasa arab yaitu Syaraka yang berarti menjadikan sesuatu sebagai lawan yang saling bertentangan dengan sesuatu yang lainnya. Syirik itu tampak dalam bentuk ketaatan dan pengakuan. Syirik dibedakan menjadikan dua bentuk : 1) Syirik lahiriah yaitu syirik uluhiyah (syirik penyembahan). 2) syirik tersembunyai (syirik al kahfi) yaitu menyekutukan tuhan sebagai pemelihara dan pencipta alam. Syirik Rububiyah syirik uluhiyah melahirkan ketaan sedangkan syirik rububiyah melahirkan rasa puas pada alam semesta.
2. Wasiat Kedua
Berbuat baiklah kepada orang tuamu. Allah meletakkan wasiat ini pada urutan pad urusan kedua karena sebab, yakn:
a). dasar kehidupan adalah banyak keturunan, tempat yamg berjauhan, perpisahan dan penyaberan anggota komunis. Jika kita perhatiaka seorang anak manusia pada awal kehidupannya berprilaku layaknya hewan. Oaring tua dan lingkungannyalah yang mengajari tentang kehidupan. Orangtua merawat anak-anak mereka, membesarkannya sehingga mereka menjadi mandiri. Oleh karena itu Allah mem,erintahkan kepada kita untuk berbuat baik pada orang tua. Kita wajib memelihara dan merawat kedua orang tua kita dan selalu berbicara dengan bahasa yang baik kepada mereka, sepertti yang telah disebutkan dalam QA. Al Isra’ 23.
b). Dasar kehidupan manusia adalah kemajuan, perkebanagan, dan bertambahnya pengetahuan. Orng tua mengajarkan pengetahuan dan pengalamannya kepada anak-anaknya kemudian dikembangkan, maka terjadilah perselisihan anatara orang tua dan anak dikarenakan orang tua cenderung pada pola kehiduapan lama sedangkan anak cenderung pada pola kehidupan baru. Jika orang tua menuntut anak-anakny untuk mengikutuinya dan menjalankannya system pengetahuan lama yang telah kehilangan relevansinya, gaya kehidupan lama seperti dalam menggunakan pakaian adat istiadat, maka orangtua bisa dikatakan telah menganjurkan ‘syirik rububiyah’ kepada anak-anknya dan sang anak tidak boleh mengikutinya, namun ia juga harus menolak dengan cara yang baik. Seperti tertera dalam QS. Lukman ayat 5.
3. Wasiat ketiga dan kelima
a. janganlah kamu membunuh anak-anakkamu karena takut kemiskinan
b. dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Dalam wasiat kelima yamg dilarang untuk dibunuh adalah mahluk yang berjiwa yang di haramkan Allah, dengan kata lain mahkluk yang berjiwa yang tidak diharamkan boleh dibunuh. Allah juga menambahkan syarat lain yaitu kecualidengan kebenaran. Kata “al nafs” bersal dari kata “nafasa” yang kemudian memunculkan berbagai kata lain. Setiap mahkluk yang bernadfas dan mengambil oksigen dengan cara tertentu yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Hewan dan manusia termasuk mahkluk hidup yang bernafas, jadidapat kita pahami bahwa Allah menghalalkan manusia untuk membunuh mahkluk bernafas selain manusia, tentu dengan cara yang benar . dan Al Nafs yang diharamkan untuk dibunuh adalah manusia, baik secara fisiologis (al nafs al basyariyah) maupun psikis (al nafs alinsaniyah). Sedangkan wasiat ketiga yaitu bahwa Allah mengharamkan membunuh anak yang disebabkan satu alasan, yaitu al imlaq. Bukankah anak juga bisa disebut dengan mahkluk yang berjiwa? Oleh karena itu, kita tidak mungkin memisahkan wasiat ketiga dengan wasiat kelima jika ayat ini secara khusus tebatasdituju hanya akan kepada kedua orang tua saja. Sesungguhnya, masalah utama yang terkandumng dalam ayat ini adalah masalah “pengguguran janin”. Kita perlu memahami beberapa hal, pertama bahwa wasit ketiga ini ditunjukkan kusus kepada orang tua dan masyarakat. Kedua, bahwa ayat Allah ini menggunakan redaksi “wala taqtulu awadakum illa bilhaq” tetapi mengguankan redaksi “wal a taqtulu awadakum min imlaq”
Dengan demikian, yang dimaksud oleh allah dalam ayat ini adalah pengharaman tindakan aborsi oleh orang tua yang merujuk pada sebab-sebab ekonomi atau dengan alasan ketidakmampuan secara ekonomi untuk merwat dan mengasuhnya. Kata imlaq berbeda denganpengertuiannya dengan kata al faer (kemiskinan ekonomi). Imlaq mengandung pengertian kondisi seseorang yang sama sekali dan memiliki yang ada penghasilannya.
4. Wasiat keempat
a. Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji (al fawahisy), baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi. QS. Al An’am 51.
b. Tuhanku yang mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi QS. Al Arat 33.
Dalam ayat ini kata al fawahisy muncul daklam bentuk plural yang berarti bahwa dalam alkitabpaling tidak ada tiga jenis tindakan yang semuanya dikategorikan sebagai tindakan keji yaitu: 1. Zina 2. Hubungan seksual yang sejenis 3. Nikah dengan mahram
Disamping al fahisyah al zahiroh terdapat juga al fahisyah al batinah yakni tindakan keji yang tersembunyi yang meliputiseorang laki-laki yang menuntut istrinya untuk melakukan hubungan seks menyimpang (sodomi), perilaku seks menyimpang antara laki-laki dan pwerempuan yang bukan istrinya dan bukan mahramnya yang dilakukan atas persetujuan dari perempuan tersebut (pelacur).
5. Wasiat keenam
Dan janganlah kamu dekati anak yatim, kecuali dengan yang lebih bermanfaat hingga ia dewasa. QS. Al An’am 33.
Dalam bahasa arab anak yatim merujuk kepada seorang anak yang belum baligh yang kehilangan bapaknya, sedangkan piatu merujuk pada anak yang belum baligh yang kehilangan ibunya. Jadi, jika ia kehilangan bapak dan ibunya,naka ia disebut yatim piatu.
Ketika anak itu menjadi yatim, maka ia membutuhkan bantuan dalam bentuk harta dan pendidikan. Wasiat keenam ini ditujukan kepada selain bapak dalam kondisi sang anak kehilangan ibunya, bapaklah yang secara hukun berperan sebagai pengelola wasiat.
6. Wasiat ketujuh
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupan”. QS. Al.An’am 152.
Wasiat ini terkait dengan hubungan produksi dan perjanjian. Dalam hal ini kita tidak dapat mengabaikan dua unsur itama, yaitu: spesifikasi massa (ukuran berat) dan spesifikasi dimensi (ukuran waktu).
Awal Allah memerintahkan manusia untuk memperhatikan spesifikasi suatu perjanjian adalah adalah pada masakerasukan Syuaib, yaitu ketika peradaban manusia memasuki fase pertukaran barang melalui mekanisme jual beli dan ketika sudah disepakatinya mata uang sebagai alat tukar yang sah. “dan Syua’ib berkata: “hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil.” QS. Hud 85.
7. Wasiat kedelapan
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu belaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu” QS. Al Am’am 52.
Manusia dituntut untuk selalu berkata jujur, demikian dalam menyelesaikan suatu masalah harus bersikap objektif, netral dan adil. Karena sesungguhnya kalam Allah yang menjadi inti sekaligus prinsip yang mendasari realita memiliki dua sifat utama yakni kejujuran dan keadilan.
8. Wasiat kesembilan
“Dan penuhilah janji Allah” QS. Al An’am 152.
Wasiat “wa bi ahdillahi aufu” memiliki pengertian yang sangat berbeda dari perintah Allah untuk menyampaikan amanat kepada orang lain. Sumpah adaklah perjanjian antara hamba dan Allah, bukan manusia dengan manusia lainnya.
9. Wasiat kesepuluh
“Dan bahwa yang kami perintahkan ini adalah jalan yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian ini diperintahkan allah kepadamu agar kamu bertakwa”. QS. Al An’am.
Wasiat ini menyaratkan perwujudan taqwa dengan cara menjalankan dan mengikuti kesembilan wasiat yang telah disebutkan sebelumnya. Keseluruhan wasiat ini disebut juga jalan yang lurus “siratul Mustaqim”.
Ketakwaan dibagi menjadi tiga yaitu ketakwaan pribadi yang diwujudkan dengan ritual, ketakwaan sosial “akhlak” yakni sepuluh wasiat tersebut dan ketakwaan legal yaitu menjalankan hukum berdasarkan hudud Allah.
Bentuk ketakwaan sosial yaitu sepuluh wasiat yang disebut sirat al Mustaqim. Sepuluh wasiat ini disampaikan dala bentuk kalimat perintah langsung. Wasiat ini bersifat umum tidak di khususkan bagi seorang saj.
Ibadah ritual merupakan ketakwaan pribadi atau individual. Alla menetapkan dua aspekdidalamnya yaitu aspek keimanan yang berorientasi pada kepuasan dan aspek perilaku yang berorientasi pada ketekunan (al mumarasah). Dan menjalankan hukum yang berdasarkan hudud Allah yang merupakan bentuk ketakwaan legal.
Pembahasan tenang Al Furqan juga menuntut kita untuk membedakan apa yang di sebut dengan al A’rat (adat-istiadat) dengan akhlak (moral). Al A’rat adalah himpunan berbagai adat dan kepercayaan masyarakat yang tuimbuh dari berbagai struktur didalamnya. Sedangkan akhlak adalah aturan jiwa masyarakat yang mengikat setiap pribadi dalam satu komunitas manusia.
Pilar moral yamng kedua yaitu Al Furqan Al Khas, yaitu pilar khusus bagi mereka yang ingin meningkatkan derajat dari Muttaqin ke A’imatal Muttaqin. Wasiat khusus ini disampaikan dalam bentuk kalimat informatif. Pilar moral khusus tidak dapat pada surat Al Furqan pada ayat-ayat berikut:
• 1-2 Qs. Al Furqan 63 tentang hamba yang rendah hati
• 3 Qs. Al Furqan 64-66
• 4 Al Furqan 67
• 5-6-7 Al Furqan 68-71
• 8-9 Al Furqan 72
• 10 Al Furqan 73-74
Bahasan selanjutnya adaklah tentang konsep al ma’ruf dan al munkar dan ajaran-ajaran yang diawali dengan redaksi “Ya ayyuha al nabi”. Secara etimologis kata al ma’ruf berasal dari kata arafa dan kata al munkar bersal dari kata nakara yang artinya mencakup hal-hal yang tidak diketahui atau atau dikenal. Al MA’ruf adalah perkara yang sudah diketahui dan dikenal manusia sehingga perkara tersebutmenjadi sesuatu yang lumrah dirasakan dan diterima sebagai pengetahuan oleh masyarakat, sebaliknya almunkar adalah perkara yang tidak diketahuii manusia dan belum diterima sebagai hal yang wajar dalam kehiduipan sosial, sehingga perkara tersebut menjadi sesuatu yang tercela dan asing dalam perasaam masyarakat. Harus diketahui bahwa konsep al ma’ruf dan al munkar merupakan konsep yan g lentur yaitu terus berkembang sesuai dengan ruang dan waktu.
Kedua, ajaran-ajaran yang ditujukan kepada nabi. Ayat ini diawali dengan redaksi “ya ayyuha al nabi” yang merupakan serupa kepada Muhammad dalam kapasitas kenabiannya. Kalimat-kalimat yang diawal dengan kalimat ini berisi tentang ajaran-ajaran yang bersifat umum dan khusus, bukan batas-batas hukum atau ketetapan hukum yang bersifat mengikat. Ayat-ayat ini tidak terkait dengan halal dan haram. Sehingga Allah tidak menberlakukan balasan pahala ataupun siksa bagi yang ditujukan kepada nabi adalah “Hai nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu; kanu mencari kesenangan hati isteri?.” Ayat ini menandakan bahwa nabi melakukan tindakan tertentu atas dasar pertimbangan pribadi, yaitu bahwa nabi mengharamkan sejumlah makanan dan minuman bagi diri beliau demi memenuhi tuntutan kerelaan isteri-isteri beliau. Pilihan ini dilakukan oleh nabi, namun meminta manusia tidak mengikutinya. Meski demikian, Allah mencelatindakan nabi tetapi Allah memberikan pahala atau menjatuhkan saksi kepada beliau


Blog Panen "bukan" Sembarang Blog